Sementara sibuk dengan apa-apa yang harus dipikirkan dan diselesaikan di Kampus Insan Cendekia Serpong selama berstatus siswa , dalam pikiran tak begitu sering terlintas bahwa kita memiliki saudara:Mizumouza.
Tersebutlah kisah, Foranza dan Mizumouza merupakan dua
saudara yang bersekolah di Insan Cendekia, sebuah sekolah yang terlahir dari
rahim BPPT yang kemudian dijadikan anak angkat-dibiayai oleh Kementerian Agama
RI. Terpisahkan oleh Laut Jawa lebih dari 1900 km jauhnya, serta menjalani duka
dan tinggi (lebih banyak duka) menjadi anak kesayangan lembaga negara.
Menilik track record
sejenak, telah beberapa kali Foranza-Mizumouza bersua dan berjabat tangan. Dua
tahun silam, Mizumouza berinisiasi mengajak Foranza berbuka bersama di Cilandak
Town Square—“angkat topi” untuk Mizumouza. Juga tahun 2012 lalu, dua saudara
ini bertatap muka di Pondok Indah Mall untuk agenda yang sama. Hingga pada 20
Juli 2013 kemarin, keduanya berkesempatan untuk berkunjung ke Kampus Insan
Cendekia Serpong untuk sebuah acara yang diikuti lebih banyak orang dengan
status spesial yang kini telah tersemat:alumni.
Marilah kita beranjak menuju kronologi.
Semenjak pagi pukul delapan pun, telah ada anak Foranza yang
datang. Menuju tengah hari, mulai banyak teman-teman Foranza-Mizumouza yang
hadir, sementara lainnya tengah berjuang untuk sesegera mungkin bergabung. Pada
masa penantian ini, pembunuhan waktu dilakukan dengan berbincang tanpa arah,
karena memang salah satu tujuan acara ini adalah menjalin keakraban.
Acara mulai “jelas” selepas ashar ketika teman-teman yang
berwenang menggiring kami menuju GSG. Dengan host acara Ika dan Nida Khansa, kami mengikuti acara dengan riang.
Luthfi sebagai ketua angkatan Mizumouza terlebih dahulu memberikan sambutan, diikuti
Fikri yang berdiri di hadapan kami yang berubah posisi menjadi duduk melingkar. Hingga dilanjutkan
dengan prosesi perkenalan dalam banyak kelompok kecil. Pada bagian ini,
setidaknya perbendaharaan saya untuk nama anak-anak Mizumouza menjadi bertambah
cukup signifikan.
Tidak bisa lebih lama menunggu waktu berbuka karena perut
mulai (sangat-sangat) lapar #sneakers, panitia mengalihkan perhatian dari lapar
menuju tawa dengan permainan tiga kata ajaib yang kini tengah
digandrungi:Indonesia Pintar! Menurut saya, hebat benar permainan ini. Hanya
dengan “Ya-Tidak-Bisa Jadi”, kita semua terbawa suasana seru-menegangkan dan
antusiasme tinggi.
Petarung pertama dari sudut kanan adalah Fikri dan Luthfi di sudut
kiri. Pada sesi pertama ini, Luthfi yang bertugas menebak kata
panik tak berkutik pada satu kata makanan cepat saji: Indomie. Selanjutnya
adalah Firstio dan Naima (#ciyee). Firstio berhasil meski dengan cara yang tak
cukup wajar yakni dengan menebak apa huruf pertama, huruf kedua, dan
selanjutnya:Ketoprak.Pasangan kontestan ketiga dan keempat menuai nasib yang sama dengan duo
ketua angkatan yang bermain pada sesi pertama. Catatan saya pada permainan ini
bahwa, Indonesia Pintar hanya bisa ditaklukkan dengan dua jalan:kerja keras-latihan
bertubi-tubi-persiapan mental #tssah atau sebuah keberuntungan dengan sedikit
pertanyaan dan langsung
mendapat jawaban (namun ini sangat kecil kemungkinan).
Setelah penonton lelah tertawa dan pemain lelah frustasi,
permainan dihentikan dan penyegeraan buka puasa bersama dilakukan.
Berkumpul kembalilah Foranza-Mizumouza di Gedung Serba Guna
untuk melanjutkan santap buka. Masih dengan posisi melingkar kami menghabiskan
kudapan yang ada, sembari mendengarkan beberapa pihak yang berwenang berbicara.
Ialah Hizky dan Rizki yang sedikit berpidato perihal hubungan persaudaraan ini.
Menjadi wacana tentang bagaimana bila IAIC Serpong dan Gorontalo merger menjadi
satu ikatan. Semoga menjadi nyata suatu hari nanti.
Berlanjut pada sesi terakhir yang lebih serius, saudara kami
Jaisyi menyebutkan sebuah hadits tentang persaudaraan sesama mu'min, kemudian memimpin doa untuk teman-teman Foranza-Mizumouza yang
pada saat ini masih belum mendapat kepastian masa depan perkuliahan. Bersamaan
dengan ini, saya dan beberapa teman mendapat pesan singkat dari seorang teman
yang kini masih berjuang, yang sebagian kutipannya adalah sebagai
berikut:”….kami memohon doa untuk kesuksesan kami biar diberi yang terbaik dan
cepat dapat kuliah dan bisa kembali kebarisan foranza yang satu aamiin..:-)”
Sebagai paragraf akhir sekian ratus kata dalam tulisan kali
ini, tersampaikan dalam hati dan lisan bahwa semoga persaudaraan Foranza dan Mizumouza
tetap terjalin erat hingga batas waktu
yang tidak bisa kita tentukan, untuk banyak alasan kebaikan. Dan teruntuk sahabat
yang masih harus berjuang—hingga tak bisa hadir pada pertemuan ternantikan
ini—di daratan jauh sana, kami dengungkan doa untuk keterwujudan harapan
kalian. Sekian dan terima kasih, Foranza-Mizumouza! :)