Rute yang
jelas.Tanjakan yang bervariasi.Jarak tempuh yang relatif singkat. Kondisi udara
yang bersahabat. Memang benar, Burangrang sangat cocok untuk pendakian pertama,
untuk pendakian yang singkat.
Diriwayatkan dari orang lokal bahwa Bandung sebenarnya
adalah dasar dari danau yang terbentuk dari letusan Gunung Sunda yang
dikelilingi rangkaian gunung dan bukit. Burangrang menjadi tepi mangkuk
tertinggi di antara tinggian yang mengelilingi kota sejuta kembang ini, dengan ketinggian
2050 mdpl.
# Akses
Berlokasi di Cisarua Kab. Bandung, gunung ini dapat ditempuh
dengan mudah dari pusat kota Bandung dengan transportasi sejuta umat. Rute
ditempuh dengan menumpang supir angkot biru jurusan Cicaheum-Ledeng atau warna putih Kalapa-Ledeng dengan imbalan 3000
rupiah(dari Dago) menuju Terminal Ledeng, kemudian dilanjutkan angkot putih
Ledeng-Parongpong cukup dengan 4000
rupiah Anda akan berhenti di terminal angkot Parongpong. Namun saya tak
merekomendasikan untuk turun di terminal Parongpong karena dari terminal
Parongpong jarak Gerbang Komando masih jauh. Anda butuh mencari kendaraan lagi.
Bila mau, cobalah bernegosiasi harga dengan supir angkot
untuk membawa Anda hingga persimpangan beberapa ratus meter setelah Gerbang Komando :kanan menuju
registrasi Gunung Burangrang dan kiri menuju Pondok Aa Gym. Sekadar berbagi,
saya mendapat harga 8000 tiap orang untuk perjalanan Ledeng-Persimpangan.
Dari persimpangan ini kita mesti berjalan sekitar 10 menit
untuk mencapai kantor registrasi pendakian. Jalan yang dilalui naik namun tidak
menanjak tajam. Perlu diperhatikan, Gunung Burangrang merupakan area latihan gunung hutan Kopassus. Maka
dari itu perizinan pendakian dilakukan pada seorang bapak
tinggi-tegap-kekar-besar yang kemudian kami ketahui bernama Pak Tantan.
Bolehlah saya bercurah hati, Pak Tantan sang prajurit baret merah ini orangnya “cair”,
kami saja dipanggil “bro”.
Pengarahan dari Pak Tantan
#Perkenalan
Sambutan perdana tampak membahagiakan. Jalan yang cukup
lebar dengan vegetasi pinus di
kanan-kiri jalan. Jalur terlihat jelas sebelum beranjak menuju hutan yang
sebenarnya. Terdapat tiga puncak
bayangan dan satu puncak sejati di ketinggian 2050 mdpl. Kalau tak cermat
memperhatikan, sepanjang perjalanan Anda mungkin tak akan menemukan plang kira-kira
10x30 cm bertuliskan “PUNCAK” dan “SATGANA” yang tertancap pada pohon.
plang puncak bayangan
Saya sendiri
pun hanya menjumpai satu plang dari tiga puncak bayangan, terlepas dari berapa
sebenarnya plang yang dipasang. Oleh karena ada banyak puncak bayangan, jalan tidak
selamanya menanjak. Akan didapati bonus beberapa
kali jalan menurun saat perjalanan. Mari bersorak kegirangan.Oh ya, dari
kejauhan juga akan tampak Situ Lembang yang duduk manis di kejauhan. Sebuah
danau buatan jaman kumpeni yang kini juga digunakan latihan perang oleh pasukan
elit Kopassus.
sambutan pertama
lanskap Situ Lembang
# Kondisi Medan
Rute Burangrang termasuk
bervariasi. Jalan yang lengang, setapak normal, jurang di kiri-kanan,
lereng yang benar-benar mencapai lembah di sisi kanan jalan, ataupun jalan dengan
vegetasi yang lebat. Bicara soal tanjakan, Burangrang boleh masuk dalam
kategori “grade A”. Tanjakan yang mesti dilalui untuk mencapai puncak cukup
banyak namun tak berlebihan. Bila masih newbie,
ada baiknya membawa tali webbing atau tambang kecil. Terlebih bila Anda seorang
perempuan (tidak bermaksud meremehkan). Elevasi
tanjakan sekitar 60 derajat berbatu maupun tanah lempung yang licin. Saat saya
tak sengaja menendang batu, batu itu menggelinding hingga lima meter lebih. Namun
bila sudah berpengalaman, tak membawa tali pun tak apa.
jalan setapak
salah satu tanjakan sedang
Butuh waktu 2-3 jam
untuk mencapai puncak tertinggi Burangrang. Saya butuh waktu dua seperempat
jam. Itupun sudah termasuk beberapa kali istirahat karena rekan saya baru
pertama kalinya mendaki. Mungkin Anda dapat mencapainya kurang dari dua jam
bila berjalan cepat konstan dengan sedikit break. Telah dibuktikan, tidak minum sama sekali
dari gerbang awal hingga puncak tertinggi 2050 mdpl pun memungkinkan. Puncak
Burangrang bukanlah padang yang luas, hanya sekitar 5x5 meter dengan tugu triangulasi setinggi 2,5 meter
berwarna merah putih dengan saka merah putih di atasnya. Sayang sekali banyak
pendaki yang meninggalkan sampah di sini. Melanggar semboyan pendaki: leave nothing but footprints.
seorang teman berpose pada penanda puncak
"mendaki" tugu triangulasi
# Catatan
Karena sedang musim hujan, medan kembali “perawan” seperti
belum terjamah. Oleh karena itu harus berhati-hati. Ketika turun, cobalah untuk
membuka kaki agak lebar agar tak mudah
terpeleset. Ambillah sisi kiri-kanan jalan setapak bila samping bukan
jurang. Hal ini terbukti membantu mengurangi intensitas terpeleset, bahkan
menghindari sama sekali.
mendaki itu menyenangkan
Perjalanan turun tak ada hambatan kecuali tetes air hujan
yang melicinkan medan. Berhati-hati dan
tidak buru-buru adalah pilihan terbaik. Tercatat, waktu yang kami butuhkan 2 jam kurang 15 menit. Tidak buruk bagi
teman saya yang baru pertama kalinya berkenalan dengan medan . One day
hikingdi Gunung Burangrang
menjadi pilihan yang sempurna untuk Anda mencoba-coba. Silakan catat, Anda
hanya perlu membawa barang-barang ini:ransel berisi air 1, 5 liter, makanan
(roti atau nasi), jas hujan, P3K, tali webbing, trash bag, kemudian sepatu/sandal
gunung, jaket, dan tentunya tekad baja jiwa bahagia. Selamat mencoba!
Akan tetap saya sisihkan sesingkat apa pun waktu untuk
menyapa riang dedaunan di sekian ribu di atas permukaan laut sana. Dan kali ini
adalah momen untuk salah satu gunung di lingkar Garut “Switzerland van Java” :
Papandayan. Satu gunung api berketinggian 2.665 mdpl berjarak 70 km dari kota
Bandung dengan panorama yang beraneka.
Kenapa beraneka, karena Anda akan
menemukan banyak jenis kenampakan alam di sini. Mulai dari bukit kapur,
letupan-letupan kawah belerang, sungai dengan air terjun mungil, aliran air
belerang yang tak boleh Anda minum, tebing curam di samping jalur mendaki Anda,
bukit coklat-hijau tua di kejauhan, hingga padang Edelweiss di ketinggian 2.400
mdpl yang akan mendamaikan suasana hati.
jalanan 10 menit pertama
Gunung dengan padang Edelweiss terluas di Indonesia ini
memang cocok bagi mereka yang baru mengenal dunia daki-mendaki. Treknya yang relatif
mudah dibanding gunung lain dengan lebar jalur yang cukup dan elevasi yang
landai. Bahkan hingga ketinggian 2.200 mdpl, masih ada orang yang mampu
menempuhnya dengan sepeda motor.
area belerang, memakai masker akan cukup menolong
trek landai
Start dari lapangan parkir Papandayan, Anda hanya perlu
waktu dua jam untuk mencapai tanah lapang perkemahan Pondok Saladah. Tercatat pada
hari itu, sebanyak 600 orang mendaftar untuk menjejaki gunung ini. Pondok
Saladah ini berupa sebidang tanah yang sangat luas, yang sepertinya telah
disiapkan Sang Maha Esa untuk para pendaki. Sampai di Pondok Seladah, sebaiknya
langsung mendirikan tenda agar dapat beristirahat segera.
Pondok Saladah
Untuk mencapai puncak, terdapat dua jalur yang ditawarkan,
yakni Spider dan Death Valley. Jalur Spider akan langsung mengantarkan Anda ke
puncak Gunung Papandayan, sedang dengan jalur Death Valley/Lembah Mati, Anda
akan diajak mampir ke Tegal Alun terlebih dahulu, sebuah padang Edelweiss yang
telah disebutkan di atas.
lanskap Hutan Mati suasana pagi
Banyak pendaki memilih jalur Lembah Mati karena penasaran
dengan Padang Edelweiss Tegal Alun. Sekitar satu setengah jam perjalanan dari
Pondok Seladah. Di jalur ini, Anda akan disuguhi pemandangan Hutan Mati,
rangkaian pepohonan tanpa daun dengan tanah putih yang menyuguhkan kesan mistis
ala pegunungan.
Kegamangan akan menerpa ketika Anda melewati Hutan Mati saat
hari masih gelap. Hampir semua arah mata angin bisa ditempuh, sementara hanya
ada satu yang benar, yakni jalur yang dihiasi ikat kecil tali rafi di dahan
pepohonan mati. Saran saya, sertakan orang yang sudah pernah mendaki Papandayan
dalam perjalanan, atau tempuhlah jalur ini saat hari telah cerah.
Garlic Bread dan Nasi Obok, hanya di Papandayan
TAKE NOTHING BUT PICTURE
Edelweiss yang indah telah menanti sabar di Tegal Alun. Banyak
pendaki yang berfoto ria di sini, memasak, ataupun sekedar beristirahat
sejenak. Setelah saya jelajahi, memang
benar bahwa padang ini begitu luas, cocok untuk bersantai menenangkan diri. Beberapa
pendaki memutuskan untuk tidak ke puncak. Beberapa karena pemandangan di puncak
yang tak terlalu menggoda, karena kabut yang membatasi jarak pandang, ataupun
karena petunjuk jalur yang kurang jelas (kegamangan kedua). Saya bersama rombongan termasuk di
dalamnya.
Memilih segera menuruni tanjakan Mamang yang lumayan
menantang, meniti Hutan Mati, membereskan tenda yang kami tinggal di Pondok
Seladah, dan mencuci muka di aliran sungai berair terjun mungil. Anda tak akan
menyesal bila “piknik gunung” di Papandayan ini.
sungai dengan air jernih khas pegunungan, air terjun mungil tidak tampak dalam gambar
AKSES dan KALKULASI RUPIAH
Asumsi awal: perjalanan dilakukan berombongan 17 hidung. Untuk
perjalanan dengan kisaran orang yang lebih sedikit ataupun banyak, Anda dapat
memperkirakannya.
[14.000 tiap hidung] bus kelas pendaki Bandung-Garut
(Terminal Cicaheum-Guntur), bila berangkat dari Jakarta (Kampung Rambutan),
kena libas 36.000.
[100.000 untuk 17 hidung] sewa angkot Terminal Guntur-Gerbang
Cisurupan, jika per orang, kena tebas 15.000 tiap hidung.
[350.000 untuk 17
hidung] pick-up Gerbang Cisurupan-Parkir Papandayan, jika per orang, kena gilas
20.000 orang tiap hidung.
"Selamat Menempuh Hidup Baru" Mendengar atau membaca klausa bercetak
tebal di atas, rasa-rasanya kita hampir pasti menghubungkannya
dengan suka cita dua mempelai yang baru saja mengucap janji suci.
Namun marilah membuka mata lebih lebar, bahwa sebagian besar golongan
putih abu-abu yang telah membeli mahal gelar “Maha” untuk
mendampingi gelar “Siswa” mereka juga pantas kita beri ucapan
selamat berikut munajat.
Ini menjadi spesial sebab, pada fase
inilah seorang penuntut ilmu mengalami metamorfosa yang cukup jelas
terlihat pada berbagai sudut pandang. Salah satu yang kentara ialah
perihal visi hidup dan tanggung jawab, tentang apa pencapaian yang ingin diraih dan
bagaimana road map yang mesti dilewati untuk merengkuh visi tersebut
di masa depan.
Maka perlulah diadakannya orientasi
studi bagi mahasiswa baru, yang pada intinya berupaya membukakan mata
para calon pemimpin masa depan ini agar mampu memetakan hidupnya dan
mampu merencanakan secara benar, sejalan dengan gerakan pemajuan
bangsa Indonesia. Berhubung nasib melemparkan saya ke Kota Kembang,
maka saya hendak bercerita mengenai OSKM (Orientasi Studi Keluarga
Mahasiswa) ITB 2013. Ketika seorang teman bertanya, apakah masih ada
hal berbau pembodohan? Maka saya dengan intonasi yang jelas
menjawab:Tidak.
Pada 2013 ini, OSKM ITB 2013 membawakan
tema Kearifan Lokal dengan tagline #untukIndonesia .Dibuka
dengan Opening Ceremony pada 20 Agustus dan berakhir pada 24 Agustus
2013 dengan Closing Ceremony yang spektakuler, atau lebih mahsyur
dikatakan kece.
17 Agustus 2013
Meski OSKM baru
dibuka pada 20 Agustus, tetapi pada hari tersebut panitia telah
mendampingi kami mengikuti serangkaian acara. Cukup kaget kiranya
ketika panitia OSKM memberi instruksi untuk datang pada pukul 5.50
pagi. Pada pagi inilah pertama kalinya saya bersua dengan kakak-kakak
panitia, dengan “suasana” yang mengingatkan saya pada masa
orientasi saat saya masuk SMA.
Pasukan baju hitam bertuliskan "Arga
Pancaka" yang bersedekap dan berucap dengan nada tinggi─digelari sebagai Keamanan, baju biru muda "Varsha Abhinaya" yang
memberi senyum dan ucapan semangat¬bagian Medik, dan kakak-kakak yang ceria
bahagia tiada pernah surut─kami
menyebutnya kakak Taplok.
Sebelum
upacara, kami mendapat “welcome drink” dari para senior.
Menyaksikan performance lagu-lagu kampus dan belajar meneriakkan
Salam Ganesha: Bakti kami untukmu, Tuhan, Bangsa, dan
Almamater..Merdeka!Merdeka!
Setelah
upacara bendera usai, kami bersiap menuju Sasana Budaya Ganesha untuk
acara Gladi Bersih Sidang Terbuka yang akan diadakan esok hari. Cukup
singkat, hingga akhirnya bertemu dengan kakak-kakak
taplok:duduk-duduk, berkenalan, dan beramah tamah dengan mereka ini.
Oh ya, perkenalkan nama mereka Kak Fima, Kak Hanief, dan Kak El.
19
Agustus 2013
Tiga
puluh menit lebih mundur dari kemarin lusa. Pukul 6.20 saya bersama
3.600 mahasiswa baru lainnya berkumpul di depan gedung perpustakaan
untuk dimobilisasi menuju Sasana Budaya Ganesha, melakoni Sidang Terbuka: pengukuhan
saya sebagai mahasiswa baru 2013 ITB.
Selain
pengukuhan sebagai mahasiswa baru, terdapat pula penganugerahaan
Ganesha Prize dan penghargaan pada mahasiswa berprestasi. Ingin
rasanya bisa duduk di kursi VIP seperti para senior ini di kemudian
hari. Sebagai penawar bosan, para hadirin disuguhi penampilan yang
menawan dari Paduan Suara Mahasiswa ITB dan tim orkestra ITB.
Terlebih, lagu instrumental yang dibawakan cukup bisa memanggil memori kami yang
setidaknya pernah menjadi kanak-kanak:Harvest Moon, Shincan, dst.
Ketika
para mahasiswa S2, S3, dan mahasiswa berprestasi membubarkan diri,
kami masih harus duduk mendengar bapak-bapak yang berwenang
menyampaikan materi pengenalan kampus ITB. Cukup lama, namun
informatif. Dan tak membuat ngantuk karena penyampaian yang jenaka
dari pembicara.
20
Agustus 2013
Semakin
hari semakin longgar saja, kegiatan hari ini secara umum dimulai
pukul 08.00. Lebih beruntung lagi sebab fakultas saya mendapat jadwal
siang hari selepas makan siang. Beberapa teman pun memutuskan untuk
bermain futsal gratis di samping Masjid Salman ITB.
Agenda
hari ini adalah pengenalan fakultas oleh para dekan dan perwakilan
program studi. Untuk fakultas saya, terdiri dari prodi Geologi,
Geodesi, Oseanografi, dan Meteorologi. Senang rasanya ketika melihat
teman-teman yang bergitu antusias. Pada intinya, empat prodi tersebut
sama-sama akan menjanjikan masa depan yang baik.
Sore
hari selepas Ashar, ITB 2013 berkumpul di Sasana Olahraga Ganesha
untuk mengikuti Opening Ceremony OSKM 2013. Presiden Keluarga
Mahasiswa ITB, Nyoman Anjani, memberikan sambutan singkat dengan
diksi-diksi apik, membius ribuan mahasiswa baru yang duduk menyimak.
Saya yakin, begitu banyak orang yang kagum dengan Kak Nyoman
yang─banyak orang bilang─rupawan ini.
“Kampus
Ganesha ini adalah tempat bagi mereka yang menuntut ilmu hingga ke
langit dan tetap turun ke bumi untuk memakmurkan rakyatnya.”
(Nyoman Anjani, Presiden KM ITB)
Seorang mahasiswi Teknik Mesin yang dengan
ikhlas membaktikan dirinya berbagi dengan masyarakat daerah pelosok tanah air,
ikut merasakan bagaimana getir hidup yang jauh dari rasa serba nyaman-ainstan
dan riuh metropolitan. Beginilah seharusnya mahasiswa, mampu memberi efek
positif yang nyata bagi masyarakat. Saya berdoa, agar sedikit banyak saya bisa
mengikuti jejak kakak alumni SMAN 3 Bandung ini.
Tidak
ketinggalan, sekitar 48 Himpunan Mahasiswa dari seluruh program studi
di ITB turut menyambut kami para junior, memberikan salam-salam
terbaiknya. Bagi saya pribadi, yel-yel paling unik datang dari
mahasiswa matematika dengan gerakannya yang sangat tidak biasa.
21
Agustus 2013
Satu
hari pasca pembukaan, kami orang baru ITB langsung diberi
training/materi yang begitu berkesan, berbeda jauh dari
training-training yang pernah saya lakoni sebelumnya. Namanya ialah
SSDK (Stratedi Sukses di Kampus). Berisi petuah dan tips-tips menarik
agar kami menjadi mahasiswa yang memiliki kemantapan diri:akademik,
sosial, dan personal. Untuk bagian ini, saya sangat mengapresiasi
para trainer yeng berasal dari kakak-kakak mahasiswa angkatan 2011 oke punya :).
Sore
hari adalah jadwal pembekalan. Flat teman saya, Hans dan Irvan yang
cukup nyaman untuk tempat berdiskusi menjadi lokasi pilihan. Pola
pikir K3 dijelaskan dengan singkat dan jelas oleh Kak Hanief seorang diri, karena Kak Fima sedang sakit dan Kak Elfina sedang melakukan persiapan untuk mengikuti konferensi kepemudaan di Dubai (dua jempol besar untuk Kak El). K3
merupakan kepanjangan dari Kritis, Kreatif, dan Konstruktif. Turut
pula diajarkan kepada kami Tepuk Apresiasi. Perhatian kakak-kakak ini
tidak berhenti, yakni berpesan pada kami agar mengkonfirmasi jika telah sampai rumah. Beberapa dari kami bahkan diantar hingga depan tempat
kos, memastikan keamanan perjalanan pulang kami di malam hari.
Terima kasih, kakak taplok! :)
22
Agustus 2013
Tidak
cukup satu hari training dilakukan, hari ini pun SSDK dilanjutkan
dengan submateri yang berbeda. Saya kembali mujur. Ya, mendapatkan
jadwal setelah jam makan siang di gedung yang sama.
Selain
Kak Luthfie dan Kak Fahmi yang kemarin memberi materi, kali ini kami
kedatangan tiga pembicara baru dari Lembaga Tahap Persiapan Bersama
yang juga masih berstatus mahasiswa senior. Pokok bahasan hari ini
adalah tentang TPB itu sendiri dan pengenalan gedung-gedung di ITB.
Ternyata,
begitu banyak keistimewaan arsitektur yang berada di Kampus Ganesha
ini. Tak heran karena pembangunan gedung di ITB dirancang oleh
arsitek dari Belanda yang bernama Henri Maclaine Pont dan sebagian kecil darinya adalah arsitek Jepang. Misalnya dengan dibangunnya empat laboratorium kembar,
Masjid Salman yang tak ada tiang penyangga di dalamnya meski kapasitasnya besar, sebuah areal
yang merupakan pusat gaung dari seluruh Kampus ITB, dan musholla
bundar yang dibuat oleh arsitek Jepang. Alasan mengapa bundar, adalah
karena arsitek tersebut non muslim sehingga tak tahu arah kiblat
sehingga ia buat saja dalam bentuk lingkaran. Satu lagi tambahan,
mungkin kita tak kan merasa bahwa kita telah mendaki 10 meter jika
kita berjalan dari gerbang depan menuju gerbang belakang Kampus Ganesha ITB.
23
Agustus 2013
Bila kemarin ITB 2013 banyak berkutat
dengan kegiatan dalam kelas, maka hari ini kami bergerak menuju
Saraga dan Sabuga:sesi pemotretan #untukIndonesia , defile OHU, dan
multiseminar.
Belum terik pun, kami telah bersemangat
berbaris di Sasana Olahraga Ganesha melaksanakan tugas angkatan. Ya,
membuat formasi barisan #untukIndonesia yang terdiri dari 3.620
mahasiswa baru. Kelompok saya sendiri mendapat bagian huruf O
berwarna putih. Kebanyakan dari kami memakai kresek untuk mencipta
warna putih, sebuah solusi nol rupiah yang praktis. Namun saya
sendiri memakai baju koko putih. Anti Mainstream.
persmbahan #untukIndonesia dari ITB 2013
Selanjutnya adalah defile OHU(Open
House Unit), yakni pengenalan sebanyak 80 unit kemahasiswaan yang
terkelompokkan ke dalam 6 rumpun:agama, keilmuan, pendidikan, seni
budaya, olahraga, dan media. Yak, dipilih-dipilih, mana unit yang
ingin ditekuni.
Klimaks hari ini adalah multiseminar
yang menakjubkan dengan moderator rupawan Maria Selena, Miss
Indonesia 2010 alumni Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Pembicara
pada seminar kali ini ialah Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan RI)
yang mengupas permasalahan ekonomi Indonesia dibarengi dengan
motivasi bagi mahasiswa baru. Selanjutnya adalah Wanadri-Penempuh
Rimba dan Pendaki Gunung yang tentu saja berbicara mengenai
penjelajahan nusantara. Tri Mumpuni, seorang penerima penghargaaan Ashden Award 2012 sebagai pahlawan pembawa penerangan listrik di puluhan daerah
terpencil. Lalu yang terakhir adalah Bro Saska dari RISET INDIE yang menginspirasi
kami untuk memberi impact pada dunia. Inspiratif!
24 Agustus 2013
Akhirnya datang juga pada saya hari
terakhir pelaksanaan OSKM ini. Hari dimana kelelahan saya mengikuti
serangkaian kegiatan hingga pukul 8 malam akan usai dan siap untuk
menjalani masa studi.
Pagi kami diawali dengan adanya
mentoring keagamaan untuk masing-masing kepercayaan. Tidak seperti
yang saya duga, metoring ini lebih membicarakan visi hidup kami para
junior. Kami saling dengar pendapat, berinteraksi ringan dengan kakak
pembina 2010. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian materi secara
singkat oleh kakak taplok. Yakni perihal cinta tanah air, kolaborasi,
urgensi kemahasiswaan, dan kawan-kawan sejenisnya.
Tak hanya pemberian teori, namun kami
juga diminta mempraktekkannya di lapangan secara langsung. Kelompok
saya mendapat area Cihampelas, diberi tugas mewawancarai orang-orang
sekitar. Pilihan jatuh pada abang-abang penjual jaket Garut yang telah mengadu nasib di kawasan wisata belanja Cihampelas selama bertahun-tahun. Kami
berinteraksi sejenak mendengar keluh kesah dan harapan mereka pada
pemerintah.
Menjadi cukup menegangkan ketika
kembali ke Kampus Ganesha, kami ITB 2013 menjalani sesi evaluasi oleh
massa kampus (para seniorita anggota himpunan jurusan dan unit
kemahasiswaan yang tidak menjadi panitia OSKM). Kami diberikan
pertanyaan baik secara teoritis ataupun aplikatif. Satu hal yang saya
ingat betul, adalah ketika seorang senior Tenik Kimia menyuruh tiga
orang yang merasa paling kuat maju ke depan dan melaksanakan “satu
seri” (push up, sit up, back up, dkk).
Salam Ganesha pasca evaluasi
Suasana menjadi ramai ketika
kami tidak terima teman kami diperlakukan seperti itu. Namun pada
akhirnya kakak kami itu menjelaskan, bahwa tindakan tiga orang yang
langsung turun ke tanah dan push up itu salah. Ya, mereka belum
mempunyai sikap kritis, menanyakan apa sebab ia diperintah seperti
tersebut di atas. Dan kami pun memahami apa maksud kakak tersebut.
Terima kasih, para massa kampus!
Paripurna Acara
Malam hari selepas salat Maghrib, kami
digiring menuju Saraga untuk menghadiri Closing Ceremony. Lega
bercampur bangga. Akhirnya saya berhasil menyelesaikan serangkaian
melelahkan acara OSKM ini. Acara diawali dengan teatrika yang apik
dari klub teater. Retorika dari Trihita Karana (para petinggi di
antara jajaran panitia), Nyoman Anjani selaku Presiden KM ITB, dan
Sang Rektor Profesor Akhmaloka yang sebenarnya tak diundang namun
saat itu menyidak pelaksanaan OSKM ini.
a beautiful night sky
Ratusan balon terbang warna-warni
dengan nyala lampu kecil di dalamnya menjadi persembahaan terakhir
yang begitu romantis untuk kami para junior. Ribuan pasang mata terus
saja mendongak ke atas mengiringi terbebasnya balon-balon itu ke
angkasa entah.
video ulasan OSKM 2013 oleh Liga Film Mahasiswa ITB
“Adek adek, semangat yah buat
kuliahnya di ITB. Mungkin kalian ga akan denger lagi kata 'fokus dek'
dari keamanan, kalian juga ga akan denger kata 'semangat, yang sakit
jangan dipaksain ya' tapi kami semua taplok akan selalu ingat kalian
bahkan ketika kalianudah melupakan kami dek. Maafin kakak ya kalo
banyak salah ke kalian.”
“Skg kalian udah resmi jadi
Mahasiswa, jadilah Mahasiswa yang tau akan tanggung jawabnya. Pesen
kakak terakhir, kami memang ga bisa memberi banyak dek ke kalian,
tapi kami percaya kalian akan memberi banyak bagi bangsa ini,
semangat, lakukan segala hal #untukindonesia tercinta ini.”
(Muhammad Hanief, taplok
kelompok 119 dalam sebuah layanan pesan singkatnya)
Sementara sibuk dengan apa-apa yang harus dipikirkan dan
diselesaikan di Kampus Insan Cendekia Serpong selama berstatus siswa , dalam
pikiran tak begitu sering terlintas bahwa kita memiliki saudara:Mizumouza.
Tersebutlah kisah, Foranza dan Mizumouza merupakan dua
saudara yang bersekolah di Insan Cendekia, sebuah sekolah yang terlahir dari
rahim BPPT yang kemudian dijadikan anak angkat-dibiayai oleh Kementerian Agama
RI. Terpisahkan oleh Laut Jawa lebih dari 1900 km jauhnya, serta menjalani duka
dan tinggi (lebih banyak duka) menjadi anak kesayangan lembaga negara.
Menilik track record
sejenak, telah beberapa kali Foranza-Mizumouza bersua dan berjabat tangan. Dua
tahun silam, Mizumouza berinisiasi mengajak Foranza berbuka bersama di Cilandak
Town Square—“angkat topi” untuk Mizumouza. Juga tahun 2012 lalu, dua saudara
ini bertatap muka di Pondok Indah Mall untuk agenda yang sama. Hingga pada 20
Juli 2013 kemarin, keduanya berkesempatan untuk berkunjung ke Kampus Insan
Cendekia Serpong untuk sebuah acara yang diikuti lebih banyak orang dengan
status spesial yang kini telah tersemat:alumni.
Marilah kita beranjak menuju kronologi.
Semenjak pagi pukul delapan pun, telah ada anak Foranza yang
datang. Menuju tengah hari, mulai banyak teman-teman Foranza-Mizumouza yang
hadir, sementara lainnya tengah berjuang untuk sesegera mungkin bergabung. Pada
masa penantian ini, pembunuhan waktu dilakukan dengan berbincang tanpa arah,
karena memang salah satu tujuan acara ini adalah menjalin keakraban.
Acara mulai “jelas” selepas ashar ketika teman-teman yang
berwenang menggiring kami menuju GSG. Dengan host acara Ika dan Nida Khansa, kami mengikuti acara dengan riang.
Luthfi sebagai ketua angkatan Mizumouza terlebih dahulu memberikan sambutan, diikuti
Fikri yang berdiri di hadapan kami yang berubah posisi menjadi duduk melingkar. Hingga dilanjutkan
dengan prosesi perkenalan dalam banyak kelompok kecil. Pada bagian ini,
setidaknya perbendaharaan saya untuk nama anak-anak Mizumouza menjadi bertambah
cukup signifikan.
Tidak bisa lebih lama menunggu waktu berbuka karena perut
mulai (sangat-sangat) lapar #sneakers, panitia mengalihkan perhatian dari lapar
menuju tawa dengan permainan tiga kata ajaib yang kini tengah
digandrungi:Indonesia Pintar! Menurut saya, hebat benar permainan ini. Hanya
dengan “Ya-Tidak-Bisa Jadi”, kita semua terbawa suasana seru-menegangkan dan
antusiasme tinggi.
Petarung pertama dari sudut kanan adalah Fikri dan Luthfi di sudut
kiri. Pada sesi pertama ini, Luthfi yang bertugas menebak kata
panik tak berkutik pada satu kata makanan cepat saji: Indomie. Selanjutnya
adalah Firstio dan Naima (#ciyee). Firstio berhasil meski dengan cara yang tak
cukup wajar yakni dengan menebak apa huruf pertama, huruf kedua, dan
selanjutnya:Ketoprak.Pasangan kontestan ketiga dankeempat menuai nasib yang sama dengan duo
ketua angkatan yang bermain pada sesi pertama. Catatan saya pada permainan ini
bahwa, Indonesia Pintar hanya bisa ditaklukkan dengan dua jalan:kerja keras-latihan
bertubi-tubi-persiapan mental #tssah atau sebuah keberuntungan dengan sedikit
pertanyaan dan langsung
mendapat jawaban (namun ini sangat kecil kemungkinan).
Setelah penonton lelah tertawa dan pemain lelah frustasi,
permainan dihentikan dan penyegeraan buka puasa bersama dilakukan.
Berkumpul kembalilah Foranza-Mizumouza di Gedung Serba Guna
untuk melanjutkan santap buka. Masih dengan posisi melingkar kami menghabiskan
kudapan yang ada, sembari mendengarkan beberapa pihak yang berwenang berbicara.
Ialah Hizky dan Rizki yang sedikit berpidato perihal hubungan persaudaraan ini.
Menjadi wacana tentang bagaimana bila IAIC Serpong dan Gorontalo merger menjadi
satu ikatan. Semoga menjadi nyata suatu hari nanti.
Berlanjut pada sesi terakhir yang lebih serius, saudara kami
Jaisyi menyebutkan sebuah hadits tentang persaudaraan sesama mu'min, kemudian memimpin doa untuk teman-teman Foranza-Mizumouza yang
pada saat ini masih belum mendapat kepastian masa depan perkuliahan. Bersamaan
dengan ini, saya dan beberapa teman mendapat pesan singkat dari seorang teman
yang kini masih berjuang, yang sebagian kutipannya adalah sebagai
berikut:”….kami memohon doa untuk kesuksesan kami biar diberi yang terbaik dan
cepat dapat kuliah dan bisa kembali kebarisan foranza yang satu aamiin..:-)”
Sebagai paragraf akhir sekian ratus kata dalam tulisan kali
ini, tersampaikan dalam hati dan lisan bahwa semoga persaudaraan Foranza dan Mizumouza
tetap terjalin erathingga batas waktu
yang tidak bisa kita tentukan, untuk banyak alasan kebaikan. Dan teruntuk sahabat
yang masih harus berjuang—hingga tak bisa hadir pada pertemuan ternantikan
ini—di daratan jauh sana, kami dengungkan doa untuk keterwujudan harapan
kalian. Sekian dan terima kasih, Foranza-Mizumouza! :)