Pages

Kamis, 12 Desember 2013

Burangrang Short Hiking, Sempurna untuk Pemula

Rute yang jelas.Tanjakan yang bervariasi.Jarak tempuh yang relatif singkat. Kondisi udara yang bersahabat. Memang benar, Burangrang sangat cocok untuk pendakian pertama, untuk pendakian yang singkat.

Diriwayatkan dari orang lokal bahwa Bandung sebenarnya adalah dasar dari danau yang terbentuk dari letusan Gunung Sunda yang dikelilingi rangkaian gunung dan bukit. Burangrang menjadi tepi mangkuk tertinggi di antara tinggian yang mengelilingi kota sejuta kembang ini, dengan ketinggian 2050 mdpl.   

# Akses

Berlokasi di Cisarua Kab. Bandung, gunung ini dapat ditempuh dengan mudah dari pusat kota Bandung dengan transportasi sejuta umat. Rute ditempuh dengan menumpang supir angkot biru jurusan Cicaheum-Ledeng atau warna putih Kalapa-Ledeng dengan imbalan 3000 rupiah(dari Dago) menuju Terminal Ledeng, kemudian dilanjutkan angkot putih Ledeng-Parongpong cukup dengan 4000 rupiah Anda akan berhenti di terminal angkot Parongpong. Namun saya tak merekomendasikan untuk turun di terminal Parongpong karena dari terminal Parongpong jarak Gerbang Komando masih jauh. Anda butuh mencari kendaraan lagi.

Bila mau, cobalah bernegosiasi harga dengan supir angkot untuk membawa Anda hingga persimpangan beberapa ratus meter setelah Gerbang Komando :kanan menuju registrasi Gunung Burangrang dan kiri menuju Pondok Aa Gym. Sekadar berbagi, saya mendapat harga 8000 tiap orang untuk perjalanan Ledeng-Persimpangan.

Dari persimpangan ini kita mesti berjalan sekitar 10 menit untuk mencapai kantor registrasi pendakian. Jalan yang dilalui naik namun tidak menanjak tajam. Perlu diperhatikan, Gunung Burangrang merupakan area latihan gunung hutan Kopassus. Maka dari itu perizinan pendakian dilakukan pada seorang bapak tinggi-tegap-kekar-besar yang kemudian kami ketahui bernama Pak Tantan. Bolehlah saya bercurah hati, Pak Tantan sang prajurit baret merah ini orangnya “cair”, kami saja dipanggil “bro”.
Pengarahan dari Pak Tantan

#Perkenalan

Sambutan perdana tampak membahagiakan. Jalan yang cukup lebar dengan vegetasi pinus di kanan-kiri jalan. Jalur terlihat jelas sebelum beranjak menuju hutan yang sebenarnya. Terdapat tiga puncak bayangan dan satu puncak sejati di ketinggian 2050 mdpl. Kalau tak cermat memperhatikan, sepanjang perjalanan Anda mungkin tak akan menemukan plang kira-kira 10x30 cm bertuliskan “PUNCAK” dan “SATGANA” yang tertancap pada pohon. 
plang puncak bayangan
Saya sendiri pun hanya menjumpai satu plang dari tiga puncak bayangan, terlepas dari berapa sebenarnya plang yang dipasang. Oleh karena ada banyak puncak bayangan, jalan tidak selamanya menanjak. Akan didapati bonus beberapa kali jalan menurun saat perjalanan. Mari bersorak kegirangan.Oh ya, dari kejauhan juga akan tampak Situ Lembang yang duduk manis di kejauhan. Sebuah danau buatan jaman kumpeni yang kini juga digunakan latihan perang oleh pasukan elit Kopassus.
sambutan pertama
lanskap Situ Lembang
# Kondisi Medan

Rute Burangrang termasuk  bervariasi. Jalan yang lengang, setapak normal, jurang di kiri-kanan, lereng yang benar-benar mencapai lembah di sisi kanan jalan, ataupun jalan dengan vegetasi yang lebat. Bicara soal tanjakan, Burangrang boleh masuk dalam kategori “grade A”. Tanjakan yang mesti dilalui untuk mencapai puncak cukup banyak namun tak berlebihan. Bila masih newbie, ada baiknya membawa tali webbing atau tambang kecil. Terlebih bila Anda seorang perempuan (tidak bermaksud meremehkan). Elevasi tanjakan sekitar 60 derajat berbatu maupun tanah lempung yang licin. Saat saya tak sengaja menendang batu, batu itu menggelinding hingga lima meter lebih. Namun bila sudah berpengalaman, tak membawa tali pun tak apa.
jalan setapak

salah satu tanjakan sedang
Butuh waktu 2-3 jam untuk mencapai puncak tertinggi Burangrang. Saya butuh waktu dua seperempat jam. Itupun sudah termasuk beberapa kali istirahat karena rekan saya baru pertama kalinya mendaki. Mungkin Anda dapat mencapainya kurang dari dua jam bila berjalan cepat konstan dengan sedikit break. Telah dibuktikan, tidak minum sama sekali dari gerbang awal hingga puncak tertinggi 2050 mdpl pun memungkinkan. Puncak Burangrang bukanlah padang yang luas, hanya sekitar 5x5 meter dengan tugu triangulasi setinggi 2,5 meter berwarna merah putih dengan saka merah putih di atasnya. Sayang sekali banyak pendaki yang meninggalkan sampah di sini. Melanggar semboyan pendaki: leave nothing but footprints.
seorang teman berpose pada penanda puncak

"mendaki" tugu triangulasi
# Catatan

Karena sedang musim hujan, medan kembali “perawan” seperti belum terjamah. Oleh karena itu harus berhati-hati. Ketika turun, cobalah untuk membuka kaki agak lebar agar tak mudah terpeleset. Ambillah sisi kiri-kanan jalan setapak bila samping bukan jurang. Hal ini terbukti membantu mengurangi intensitas terpeleset, bahkan menghindari sama sekali.

mendaki itu menyenangkan
Perjalanan turun tak ada hambatan kecuali tetes air hujan yang melicinkan medan. Berhati-hati  dan tidak buru-buru adalah pilihan terbaik. Tercatat, waktu yang kami butuhkan 2 jam kurang 15 menit. Tidak buruk bagi teman saya yang baru pertama kalinya berkenalan dengan medan . One day hiking di Gunung Burangrang menjadi pilihan yang sempurna untuk Anda mencoba-coba. Silakan catat, Anda hanya perlu membawa barang-barang ini:ransel berisi air 1, 5 liter, makanan (roti atau nasi), jas hujan, P3K, tali webbing, trash bag, kemudian sepatu/sandal gunung, jaket, dan tentunya tekad baja jiwa bahagia. Selamat mencoba!



Selasa, 29 Oktober 2013

Mt.Papandayan:Trek Gampang, Jalur Gamang



Akan tetap saya sisihkan sesingkat apa pun waktu untuk menyapa riang dedaunan di sekian ribu di atas permukaan laut sana. Dan kali ini adalah momen untuk salah satu gunung di lingkar Garut “Switzerland van Java” : Papandayan. Satu gunung api berketinggian 2.665 mdpl berjarak 70 km dari kota Bandung dengan panorama yang beraneka. 

Kenapa beraneka, karena Anda akan menemukan banyak jenis kenampakan alam di sini. Mulai dari bukit kapur, letupan-letupan kawah belerang, sungai dengan air terjun mungil, aliran air belerang yang tak boleh Anda minum, tebing curam di samping jalur mendaki Anda, bukit coklat-hijau tua di kejauhan, hingga padang Edelweiss di ketinggian 2.400 mdpl yang akan mendamaikan suasana hati.

jalanan 10 menit pertama

Gunung dengan padang Edelweiss terluas di Indonesia ini memang cocok bagi mereka yang baru mengenal dunia daki-mendaki. Treknya yang relatif mudah dibanding gunung lain dengan lebar jalur yang cukup dan elevasi yang landai. Bahkan hingga ketinggian 2.200 mdpl, masih ada orang yang mampu menempuhnya dengan sepeda motor.

area belerang, memakai masker akan cukup menolong

trek landai
Start dari lapangan parkir Papandayan, Anda hanya perlu waktu dua jam untuk mencapai tanah lapang perkemahan Pondok Saladah. Tercatat pada hari itu, sebanyak 600 orang mendaftar untuk menjejaki gunung ini. Pondok Saladah ini berupa sebidang tanah yang sangat luas, yang sepertinya telah disiapkan Sang Maha Esa untuk para pendaki. Sampai di Pondok Seladah, sebaiknya langsung mendirikan tenda agar dapat beristirahat segera.
Pondok Saladah
Untuk mencapai puncak, terdapat dua jalur yang ditawarkan, yakni Spider dan Death Valley. Jalur Spider akan langsung mengantarkan Anda ke puncak Gunung Papandayan, sedang dengan jalur Death Valley/Lembah Mati, Anda akan diajak mampir ke Tegal Alun terlebih dahulu, sebuah padang Edelweiss yang telah disebutkan di atas.

lanskap Hutan Mati suasana pagi

Banyak pendaki memilih jalur Lembah Mati karena penasaran dengan Padang Edelweiss Tegal Alun. Sekitar satu setengah jam perjalanan dari Pondok Seladah. Di jalur ini, Anda akan disuguhi pemandangan Hutan Mati, rangkaian pepohonan tanpa daun dengan tanah putih yang menyuguhkan kesan mistis ala pegunungan.
Kegamangan akan menerpa ketika Anda melewati Hutan Mati saat hari masih gelap. Hampir semua arah mata angin bisa ditempuh, sementara hanya ada satu yang benar, yakni jalur yang dihiasi ikat kecil tali rafi di dahan pepohonan mati. Saran saya, sertakan orang yang sudah pernah mendaki Papandayan dalam perjalanan, atau tempuhlah jalur ini saat hari telah cerah.

Garlic Bread dan Nasi Obok, hanya di Papandayan

TAKE NOTHING BUT PICTURE
Edelweiss yang indah telah menanti sabar di Tegal Alun. Banyak pendaki yang berfoto ria di sini, memasak, ataupun sekedar beristirahat sejenak.  Setelah saya jelajahi, memang benar bahwa padang ini begitu luas, cocok untuk bersantai menenangkan diri. Beberapa pendaki memutuskan untuk tidak ke puncak. Beberapa karena pemandangan di puncak yang tak terlalu menggoda, karena kabut yang membatasi jarak pandang, ataupun karena petunjuk jalur yang kurang jelas (kegamangan kedua). Saya bersama rombongan termasuk di dalamnya.

Memilih segera menuruni tanjakan Mamang yang lumayan menantang, meniti Hutan Mati, membereskan tenda yang kami tinggal di Pondok Seladah, dan mencuci muka di aliran sungai berair terjun mungil. Anda tak akan menyesal bila “piknik gunung” di Papandayan ini.

sungai dengan air jernih khas pegunungan, air terjun mungil tidak tampak dalam gambar

AKSES dan KALKULASI RUPIAH

Asumsi awal: perjalanan dilakukan berombongan 17 hidung. Untuk perjalanan dengan kisaran orang yang lebih sedikit ataupun banyak, Anda dapat memperkirakannya.

[14.000 tiap hidung] bus kelas pendaki Bandung-Garut (Terminal Cicaheum-Guntur), bila berangkat dari Jakarta (Kampung Rambutan), kena libas 36.000.

[100.000 untuk 17 hidung] sewa angkot Terminal Guntur-Gerbang Cisurupan, jika per orang, kena tebas 15.000 tiap hidung.

 [350.000 untuk 17 hidung] pick-up Gerbang Cisurupan-Parkir Papandayan, jika per orang, kena gilas 20.000 orang tiap hidung.

[2.000+iuran sukarela] tiket masuk pendakian.

Bagaimana saudara-saudara, ekonomis bukan?










Senin, 26 Agustus 2013

OSKM ITB 2013

"Selamat Menempuh Hidup Baru"
Mendengar atau membaca klausa bercetak tebal di atas, rasa-rasanya kita hampir pasti menghubungkannya dengan suka cita dua mempelai yang baru saja mengucap janji suci. Namun marilah membuka mata lebih lebar, bahwa sebagian besar golongan putih abu-abu yang telah membeli mahal gelar “Maha” untuk mendampingi gelar “Siswa” mereka juga pantas kita beri ucapan selamat berikut munajat.

Ini menjadi spesial sebab, pada fase inilah seorang penuntut ilmu mengalami metamorfosa yang cukup jelas terlihat pada berbagai sudut pandang. Salah satu yang kentara ialah perihal visi hidup dan tanggung jawab, tentang apa pencapaian yang ingin diraih dan bagaimana road map yang mesti dilewati untuk merengkuh visi tersebut di masa depan.

Maka perlulah diadakannya orientasi studi bagi mahasiswa baru, yang pada intinya berupaya membukakan mata para calon pemimpin masa depan ini agar mampu memetakan hidupnya dan mampu merencanakan secara benar, sejalan dengan gerakan pemajuan bangsa Indonesia. Berhubung nasib melemparkan saya ke Kota Kembang, maka saya hendak bercerita mengenai OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa) ITB 2013. Ketika seorang teman bertanya, apakah masih ada hal berbau pembodohan? Maka saya dengan intonasi yang jelas menjawab:Tidak.

Pada 2013 ini, OSKM ITB 2013 membawakan tema Kearifan Lokal dengan tagline #untukIndonesia .Dibuka dengan Opening Ceremony pada 20 Agustus dan berakhir pada 24 Agustus 2013 dengan Closing Ceremony yang spektakuler, atau lebih mahsyur dikatakan kece.

17 Agustus 2013

Meski OSKM baru dibuka pada 20 Agustus, tetapi pada hari tersebut panitia telah mendampingi kami mengikuti serangkaian acara. Cukup kaget kiranya ketika panitia OSKM memberi instruksi untuk datang pada pukul 5.50 pagi. Pada pagi inilah pertama kalinya saya bersua dengan kakak-kakak panitia, dengan “suasana” yang mengingatkan saya pada masa orientasi saat saya masuk SMA.

Pasukan baju hitam bertuliskan "Arga Pancaka" yang bersedekap dan berucap dengan nada tinggi─digelari sebagai Keamanan, baju biru muda "Varsha Abhinaya" yang memberi senyum dan ucapan semangat¬bagian Medik, dan kakak-kakak yang ceria bahagia tiada pernah surut─kami menyebutnya kakak Taplok.

Sebelum upacara, kami mendapat “welcome drink” dari para senior. Menyaksikan performance lagu-lagu kampus dan belajar meneriakkan Salam Ganesha: Bakti kami untukmu, Tuhan, Bangsa, dan Almamater..Merdeka!Merdeka!

Setelah upacara bendera usai, kami bersiap menuju Sasana Budaya Ganesha untuk acara Gladi Bersih Sidang Terbuka yang akan diadakan esok hari. Cukup singkat, hingga akhirnya bertemu dengan kakak-kakak taplok:duduk-duduk, berkenalan, dan beramah tamah dengan mereka ini. Oh ya, perkenalkan nama mereka Kak Fima, Kak Hanief, dan Kak El.

19 Agustus 2013

Tiga puluh menit lebih mundur dari kemarin lusa. Pukul 6.20 saya bersama 3.600 mahasiswa baru lainnya berkumpul di depan gedung perpustakaan untuk dimobilisasi menuju Sasana Budaya Ganesha, melakoni Sidang Terbuka: pengukuhan saya sebagai mahasiswa baru 2013 ITB.

Selain pengukuhan sebagai mahasiswa baru, terdapat pula penganugerahaan Ganesha Prize dan penghargaan pada mahasiswa berprestasi. Ingin rasanya bisa duduk di kursi VIP seperti para senior ini di kemudian hari. Sebagai penawar bosan, para hadirin disuguhi penampilan yang menawan dari Paduan Suara Mahasiswa ITB dan tim orkestra ITB. Terlebih, lagu instrumental yang dibawakan cukup bisa memanggil memori kami yang setidaknya pernah menjadi kanak-kanak:Harvest Moon, Shincan, dst.

Ketika para mahasiswa S2, S3, dan mahasiswa berprestasi membubarkan diri, kami masih harus duduk mendengar bapak-bapak yang berwenang menyampaikan materi pengenalan kampus ITB. Cukup lama, namun informatif. Dan tak membuat ngantuk karena penyampaian yang jenaka dari pembicara.

20 Agustus 2013

Semakin hari semakin longgar saja, kegiatan hari ini secara umum dimulai pukul 08.00. Lebih beruntung lagi sebab fakultas saya mendapat jadwal siang hari selepas makan siang. Beberapa teman pun memutuskan untuk bermain futsal gratis di samping Masjid Salman ITB. 
 
Agenda hari ini adalah pengenalan fakultas oleh para dekan dan perwakilan program studi. Untuk fakultas saya, terdiri dari prodi Geologi, Geodesi, Oseanografi, dan Meteorologi. Senang rasanya ketika melihat teman-teman yang bergitu antusias. Pada intinya, empat prodi tersebut sama-sama akan menjanjikan masa depan yang baik.

Sore hari selepas Ashar, ITB 2013 berkumpul di Sasana Olahraga Ganesha untuk mengikuti Opening Ceremony OSKM 2013. Presiden Keluarga Mahasiswa ITB, Nyoman Anjani, memberikan sambutan singkat dengan diksi-diksi apik, membius ribuan mahasiswa baru yang duduk menyimak. Saya yakin, begitu banyak orang yang kagum dengan Kak Nyoman yangbanyak orang bilangrupawan ini.

Kampus Ganesha ini adalah tempat bagi mereka yang menuntut ilmu hingga ke langit dan tetap turun ke bumi untuk memakmurkan rakyatnya.” (Nyoman Anjani, Presiden KM ITB)

Seorang mahasiswi Teknik Mesin yang dengan ikhlas membaktikan dirinya berbagi dengan masyarakat daerah pelosok tanah air, ikut merasakan bagaimana getir hidup yang jauh dari rasa serba nyaman-ainstan dan riuh metropolitan. Beginilah seharusnya mahasiswa, mampu memberi efek positif yang nyata bagi masyarakat. Saya berdoa, agar sedikit banyak saya bisa mengikuti jejak kakak alumni SMAN 3 Bandung ini.

Tidak ketinggalan, sekitar 48 Himpunan Mahasiswa dari seluruh program studi di ITB turut menyambut kami para junior, memberikan salam-salam terbaiknya. Bagi saya pribadi, yel-yel paling unik datang dari mahasiswa matematika dengan gerakannya yang sangat tidak biasa.

21 Agustus 2013

Satu hari pasca pembukaan, kami orang baru ITB langsung diberi training/materi yang begitu berkesan, berbeda jauh dari training-training yang pernah saya lakoni sebelumnya. Namanya ialah SSDK (Stratedi Sukses di Kampus). Berisi petuah dan tips-tips menarik agar kami menjadi mahasiswa yang memiliki kemantapan diri:akademik, sosial, dan personal. Untuk bagian ini, saya sangat mengapresiasi para trainer yeng berasal dari kakak-kakak mahasiswa angkatan 2011 oke punya :).

Sore hari adalah jadwal pembekalan. Flat teman saya, Hans dan Irvan yang cukup nyaman untuk tempat berdiskusi menjadi lokasi pilihan. Pola pikir K3 dijelaskan dengan singkat dan jelas oleh Kak Hanief seorang diri, karena Kak Fima sedang sakit dan Kak Elfina sedang melakukan persiapan untuk mengikuti konferensi kepemudaan di Dubai (dua jempol besar untuk Kak El). K3 merupakan kepanjangan dari Kritis, Kreatif, dan Konstruktif. Turut pula diajarkan kepada kami Tepuk Apresiasi. Perhatian kakak-kakak ini tidak berhenti, yakni berpesan pada kami agar mengkonfirmasi jika telah sampai rumah. Beberapa dari kami bahkan diantar hingga depan tempat kos, memastikan keamanan perjalanan pulang kami di malam hari. Terima kasih, kakak taplok! :)

22 Agustus 2013

Tidak cukup satu hari training dilakukan, hari ini pun SSDK dilanjutkan dengan submateri yang berbeda. Saya kembali mujur. Ya, mendapatkan jadwal setelah jam makan siang di gedung yang sama.

Selain Kak Luthfie dan Kak Fahmi yang kemarin memberi materi, kali ini kami kedatangan tiga pembicara baru dari Lembaga Tahap Persiapan Bersama yang juga masih berstatus mahasiswa senior. Pokok bahasan hari ini adalah tentang TPB itu sendiri dan pengenalan gedung-gedung di ITB.

Ternyata, begitu banyak keistimewaan arsitektur yang berada di Kampus Ganesha ini. Tak heran karena pembangunan gedung di ITB dirancang oleh arsitek dari Belanda yang bernama Henri Maclaine Pont dan sebagian kecil darinya adalah arsitek Jepang. Misalnya dengan dibangunnya empat laboratorium kembar, Masjid Salman yang tak ada tiang penyangga di dalamnya meski kapasitasnya besar, sebuah areal yang merupakan pusat gaung dari seluruh Kampus ITB, dan musholla bundar yang dibuat oleh arsitek Jepang. Alasan mengapa bundar, adalah karena arsitek tersebut non muslim sehingga tak tahu arah kiblat sehingga ia buat saja dalam bentuk lingkaran. Satu lagi tambahan, mungkin kita tak kan merasa bahwa kita telah mendaki 10 meter jika kita berjalan dari gerbang depan menuju gerbang belakang Kampus Ganesha ITB.

23 Agustus 2013

Bila kemarin ITB 2013 banyak berkutat dengan kegiatan dalam kelas, maka hari ini kami bergerak menuju Saraga dan Sabuga:sesi pemotretan #untukIndonesia , defile OHU, dan multiseminar.

Belum terik pun, kami telah bersemangat berbaris di Sasana Olahraga Ganesha melaksanakan tugas angkatan. Ya, membuat formasi barisan #untukIndonesia yang terdiri dari 3.620 mahasiswa baru. Kelompok saya sendiri mendapat bagian huruf O berwarna putih. Kebanyakan dari kami memakai kresek untuk mencipta warna putih, sebuah solusi nol rupiah yang praktis. Namun saya sendiri memakai baju koko putih. Anti Mainstream.

persmbahan #untukIndonesia dari ITB 2013
Selanjutnya adalah defile OHU(Open House Unit), yakni pengenalan sebanyak 80 unit kemahasiswaan yang terkelompokkan ke dalam 6 rumpun:agama, keilmuan, pendidikan, seni budaya, olahraga, dan media. Yak, dipilih-dipilih, mana unit yang ingin ditekuni.

Klimaks hari ini adalah multiseminar yang menakjubkan dengan moderator rupawan Maria Selena, Miss Indonesia 2010 alumni Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Pembicara pada seminar kali ini ialah Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan RI) yang mengupas permasalahan ekonomi Indonesia dibarengi dengan motivasi bagi mahasiswa baru. Selanjutnya adalah Wanadri-Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung yang tentu saja berbicara mengenai penjelajahan nusantara. Tri Mumpuni, seorang penerima penghargaaan Ashden Award 2012 sebagai pahlawan pembawa penerangan listrik di puluhan daerah terpencil. Lalu yang terakhir adalah Bro Saska dari RISET INDIE yang menginspirasi kami untuk memberi impact pada dunia. Inspiratif!

24 Agustus 2013

Akhirnya datang juga pada saya hari terakhir pelaksanaan OSKM ini. Hari dimana kelelahan saya mengikuti serangkaian kegiatan hingga pukul 8 malam akan usai dan siap untuk menjalani masa studi.

Pagi kami diawali dengan adanya mentoring keagamaan untuk masing-masing kepercayaan. Tidak seperti yang saya duga, metoring ini lebih membicarakan visi hidup kami para junior. Kami saling dengar pendapat, berinteraksi ringan dengan kakak pembina 2010. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian materi secara singkat oleh kakak taplok. Yakni perihal cinta tanah air, kolaborasi, urgensi kemahasiswaan, dan kawan-kawan sejenisnya.

Tak hanya pemberian teori, namun kami juga diminta mempraktekkannya di lapangan secara langsung. Kelompok saya mendapat area Cihampelas, diberi tugas mewawancarai orang-orang sekitar. Pilihan jatuh pada abang-abang penjual jaket Garut yang telah mengadu nasib di kawasan wisata belanja Cihampelas selama bertahun-tahun. Kami berinteraksi sejenak mendengar keluh kesah dan harapan mereka pada pemerintah.

Menjadi cukup menegangkan ketika kembali ke Kampus Ganesha, kami ITB 2013 menjalani sesi evaluasi oleh massa kampus (para seniorita anggota himpunan jurusan dan unit kemahasiswaan yang tidak menjadi panitia OSKM). Kami diberikan pertanyaan baik secara teoritis ataupun aplikatif. Satu hal yang saya ingat betul, adalah ketika seorang senior Tenik Kimia menyuruh tiga orang yang merasa paling kuat maju ke depan dan melaksanakan “satu seri” (push up, sit up, back up, dkk). 

Salam Ganesha pasca evaluasi
Suasana menjadi ramai ketika kami tidak terima teman kami diperlakukan seperti itu. Namun pada akhirnya kakak kami itu menjelaskan, bahwa tindakan tiga orang yang langsung turun ke tanah dan push up itu salah. Ya, mereka belum mempunyai sikap kritis, menanyakan apa sebab ia diperintah seperti tersebut di atas. Dan kami pun memahami apa maksud kakak tersebut. Terima kasih, para massa kampus!

Paripurna Acara

Malam hari selepas salat Maghrib, kami digiring menuju Saraga untuk menghadiri Closing Ceremony. Lega bercampur bangga. Akhirnya saya berhasil menyelesaikan serangkaian melelahkan acara OSKM ini. Acara diawali dengan teatrika yang apik dari klub teater. Retorika dari Trihita Karana (para petinggi di antara jajaran panitia), Nyoman Anjani selaku Presiden KM ITB, dan Sang Rektor Profesor Akhmaloka yang sebenarnya tak diundang namun saat itu menyidak pelaksanaan OSKM ini.
a beautiful night sky
Ratusan balon terbang warna-warni dengan nyala lampu kecil di dalamnya menjadi persembahaan terakhir yang begitu romantis untuk kami para junior. Ribuan pasang mata terus saja mendongak ke atas mengiringi terbebasnya balon-balon itu ke angkasa entah.

 
video ulasan OSKM 2013 oleh Liga Film Mahasiswa ITB

Adek adek, semangat yah buat kuliahnya di ITB. Mungkin kalian ga akan denger lagi kata 'fokus dek' dari keamanan, kalian juga ga akan denger kata 'semangat, yang sakit jangan dipaksain ya' tapi kami semua taplok akan selalu ingat kalian bahkan ketika kalianudah melupakan kami dek. Maafin kakak ya kalo banyak salah ke kalian.”


Skg kalian udah resmi jadi Mahasiswa, jadilah Mahasiswa yang tau akan tanggung jawabnya. Pesen kakak terakhir, kami memang ga bisa memberi banyak dek ke kalian, tapi kami percaya kalian akan memberi banyak bagi bangsa ini, semangat, lakukan segala hal #untukindonesia tercinta ini.” (Muhammad Hanief, taplok kelompok 119 dalam sebuah layanan pesan singkatnya)

Sabtu, 20 Juli 2013

Sua Dua Saudara


Sementara sibuk dengan apa-apa yang harus dipikirkan dan diselesaikan di Kampus Insan Cendekia Serpong selama berstatus siswa , dalam pikiran tak begitu sering terlintas bahwa kita memiliki saudara:Mizumouza.


Tersebutlah kisah, Foranza dan Mizumouza merupakan dua saudara yang bersekolah di Insan Cendekia, sebuah sekolah yang terlahir dari rahim BPPT yang kemudian dijadikan anak angkat-dibiayai oleh Kementerian Agama RI. Terpisahkan oleh Laut Jawa lebih dari 1900 km jauhnya, serta menjalani duka dan tinggi (lebih banyak duka) menjadi anak kesayangan lembaga negara.

Menilik track record sejenak, telah beberapa kali Foranza-Mizumouza bersua dan berjabat tangan. Dua tahun silam, Mizumouza berinisiasi mengajak Foranza berbuka bersama di Cilandak Town Square—“angkat topi” untuk Mizumouza. Juga tahun 2012 lalu, dua saudara ini bertatap muka di Pondok Indah Mall untuk agenda yang sama. Hingga pada 20 Juli 2013 kemarin, keduanya berkesempatan untuk berkunjung ke Kampus Insan Cendekia Serpong untuk sebuah acara yang diikuti lebih banyak orang dengan status spesial yang kini telah tersemat:alumni.

Marilah kita beranjak menuju kronologi.

Semenjak pagi pukul delapan pun, telah ada anak Foranza yang datang. Menuju tengah hari, mulai banyak teman-teman Foranza-Mizumouza yang hadir, sementara lainnya tengah berjuang untuk sesegera mungkin bergabung. Pada masa penantian ini, pembunuhan waktu dilakukan dengan berbincang tanpa arah, karena memang salah satu tujuan acara ini adalah menjalin keakraban.

Acara mulai “jelas” selepas ashar ketika teman-teman yang berwenang menggiring kami menuju GSG. Dengan host acara Ika dan Nida Khansa, kami mengikuti acara dengan riang. Luthfi sebagai ketua angkatan Mizumouza terlebih dahulu memberikan sambutan, diikuti Fikri yang berdiri di hadapan kami yang berubah posisi menjadi duduk melingkar. Hingga dilanjutkan dengan prosesi perkenalan dalam banyak kelompok kecil. Pada bagian ini, setidaknya perbendaharaan saya untuk nama anak-anak Mizumouza menjadi bertambah cukup signifikan.

Tidak bisa lebih lama menunggu waktu berbuka karena perut mulai (sangat-sangat) lapar #sneakers, panitia mengalihkan perhatian dari lapar menuju tawa dengan permainan tiga kata ajaib yang kini tengah digandrungi:Indonesia Pintar! Menurut saya, hebat benar permainan ini. Hanya dengan “Ya-Tidak-Bisa Jadi”, kita semua terbawa suasana seru-menegangkan dan antusiasme tinggi.

Petarung pertama dari sudut kanan adalah Fikri dan Luthfi di sudut kiri. Pada sesi pertama ini, Luthfi yang bertugas menebak kata panik tak berkutik pada satu kata makanan cepat saji: Indomie. Selanjutnya adalah Firstio dan Naima (#ciyee). Firstio berhasil meski dengan cara yang tak cukup wajar yakni dengan menebak apa huruf pertama, huruf kedua, dan selanjutnya:Ketoprak.Pasangan kontestan ketiga dan  keempat menuai nasib yang sama dengan duo ketua angkatan yang bermain pada sesi pertama. Catatan saya pada permainan ini bahwa, Indonesia Pintar hanya bisa ditaklukkan dengan dua jalan:kerja keras-latihan bertubi-tubi-persiapan mental #tssah atau sebuah keberuntungan dengan sedikit pertanyaan dan langsung 
mendapat jawaban (namun ini sangat kecil kemungkinan).

 
Setelah penonton lelah tertawa dan pemain lelah frustasi, permainan dihentikan dan penyegeraan buka puasa bersama dilakukan.

Berkumpul kembalilah Foranza-Mizumouza di Gedung Serba Guna untuk melanjutkan santap buka. Masih dengan posisi melingkar kami menghabiskan kudapan yang ada, sembari mendengarkan beberapa pihak yang berwenang berbicara. Ialah Hizky dan Rizki yang sedikit berpidato perihal hubungan persaudaraan ini. Menjadi wacana tentang bagaimana bila IAIC Serpong dan Gorontalo merger menjadi satu ikatan. Semoga menjadi nyata suatu hari nanti.

Berlanjut pada sesi terakhir yang lebih serius, saudara kami Jaisyi menyebutkan sebuah hadits tentang persaudaraan sesama mu'min, kemudian memimpin doa untuk teman-teman Foranza-Mizumouza yang pada saat ini masih belum mendapat kepastian masa depan perkuliahan. Bersamaan dengan ini, saya dan beberapa teman mendapat pesan singkat dari seorang teman yang kini masih berjuang, yang sebagian kutipannya adalah sebagai berikut:”….kami memohon doa untuk kesuksesan kami biar diberi yang terbaik dan cepat dapat kuliah dan bisa kembali kebarisan foranza yang satu aamiin..:-)”

Sebagai paragraf akhir sekian ratus kata dalam tulisan kali ini, tersampaikan dalam hati dan lisan bahwa semoga persaudaraan Foranza dan Mizumouza tetap terjalin erat  hingga batas waktu yang tidak bisa kita tentukan, untuk banyak alasan kebaikan. Dan teruntuk sahabat yang masih harus berjuang—hingga tak bisa hadir pada pertemuan ternantikan ini—di daratan jauh sana, kami dengungkan doa untuk keterwujudan harapan kalian. Sekian dan terima kasih, Foranza-Mizumouza! :)