Akan tetap saya sisihkan sesingkat apa pun waktu untuk
menyapa riang dedaunan di sekian ribu di atas permukaan laut sana. Dan kali ini
adalah momen untuk salah satu gunung di lingkar Garut “Switzerland van Java” :
Papandayan. Satu gunung api berketinggian 2.665 mdpl berjarak 70 km dari kota
Bandung dengan panorama yang beraneka.
Kenapa beraneka, karena Anda akan
menemukan banyak jenis kenampakan alam di sini. Mulai dari bukit kapur,
letupan-letupan kawah belerang, sungai dengan air terjun mungil, aliran air
belerang yang tak boleh Anda minum, tebing curam di samping jalur mendaki Anda,
bukit coklat-hijau tua di kejauhan, hingga padang Edelweiss di ketinggian 2.400
mdpl yang akan mendamaikan suasana hati.
Gunung dengan padang Edelweiss terluas di Indonesia ini
memang cocok bagi mereka yang baru mengenal dunia daki-mendaki. Treknya yang relatif
mudah dibanding gunung lain dengan lebar jalur yang cukup dan elevasi yang
landai. Bahkan hingga ketinggian 2.200 mdpl, masih ada orang yang mampu
menempuhnya dengan sepeda motor.
area belerang, memakai masker akan cukup menolong |
trek landai |
Start dari lapangan parkir Papandayan, Anda hanya perlu
waktu dua jam untuk mencapai tanah lapang perkemahan Pondok Saladah. Tercatat pada
hari itu, sebanyak 600 orang mendaftar untuk menjejaki gunung ini. Pondok
Saladah ini berupa sebidang tanah yang sangat luas, yang sepertinya telah
disiapkan Sang Maha Esa untuk para pendaki. Sampai di Pondok Seladah, sebaiknya
langsung mendirikan tenda agar dapat beristirahat segera.
Untuk mencapai puncak, terdapat dua jalur yang ditawarkan,
yakni Spider dan Death Valley. Jalur Spider akan langsung mengantarkan Anda ke
puncak Gunung Papandayan, sedang dengan jalur Death Valley/Lembah Mati, Anda
akan diajak mampir ke Tegal Alun terlebih dahulu, sebuah padang Edelweiss yang
telah disebutkan di atas.
Banyak pendaki memilih jalur Lembah Mati karena penasaran
dengan Padang Edelweiss Tegal Alun. Sekitar satu setengah jam perjalanan dari
Pondok Seladah. Di jalur ini, Anda akan disuguhi pemandangan Hutan Mati,
rangkaian pepohonan tanpa daun dengan tanah putih yang menyuguhkan kesan mistis
ala pegunungan.
Kegamangan akan menerpa ketika Anda melewati Hutan Mati saat
hari masih gelap. Hampir semua arah mata angin bisa ditempuh, sementara hanya
ada satu yang benar, yakni jalur yang dihiasi ikat kecil tali rafi di dahan
pepohonan mati. Saran saya, sertakan orang yang sudah pernah mendaki Papandayan
dalam perjalanan, atau tempuhlah jalur ini saat hari telah cerah.
Garlic Bread dan Nasi Obok, hanya di Papandayan |
TAKE NOTHING BUT PICTURE |
Edelweiss yang indah telah menanti sabar di Tegal Alun. Banyak
pendaki yang berfoto ria di sini, memasak, ataupun sekedar beristirahat
sejenak. Setelah saya jelajahi, memang
benar bahwa padang ini begitu luas, cocok untuk bersantai menenangkan diri. Beberapa
pendaki memutuskan untuk tidak ke puncak. Beberapa karena pemandangan di puncak
yang tak terlalu menggoda, karena kabut yang membatasi jarak pandang, ataupun
karena petunjuk jalur yang kurang jelas (kegamangan kedua). Saya bersama rombongan termasuk di
dalamnya.
Memilih segera menuruni tanjakan Mamang yang lumayan
menantang, meniti Hutan Mati, membereskan tenda yang kami tinggal di Pondok
Seladah, dan mencuci muka di aliran sungai berair terjun mungil. Anda tak akan
menyesal bila “piknik gunung” di Papandayan ini.
sungai dengan air jernih khas pegunungan, air terjun mungil tidak tampak dalam gambar |
AKSES dan KALKULASI RUPIAH
Asumsi awal: perjalanan dilakukan berombongan 17 hidung. Untuk
perjalanan dengan kisaran orang yang lebih sedikit ataupun banyak, Anda dapat
memperkirakannya.
[14.000 tiap hidung] bus kelas pendaki Bandung-Garut
(Terminal Cicaheum-Guntur), bila berangkat dari Jakarta (Kampung Rambutan),
kena libas 36.000.
[100.000 untuk 17 hidung] sewa angkot Terminal Guntur-Gerbang
Cisurupan, jika per orang, kena tebas 15.000 tiap hidung.
[350.000 untuk 17
hidung] pick-up Gerbang Cisurupan-Parkir Papandayan, jika per orang, kena gilas
20.000 orang tiap hidung.
[2.000+iuran sukarela] tiket masuk pendakian.
lumayan wan jd ada visitor dr oita haha :D
BalasHapusBIKIN SIRIIIIIIIIIIKKKKKKKKKKKKKK :(
alhamdulillah ndaa, haha biasanya cuma jakarta ato bandung..
BalasHapustapi beneran loh ga berat, pake sendal jepit eiger juga oke2 aja..
Wah boleh :D,,jadi pas kalian di papandayan ane lagi di Manglayang sebrang kalian,,ngebayangin kalian lagi ngapain disana :D,dan kalo boleh ngebandingin,,,manglayang=harga jauuuh lebih ekonomis,Medan terjal banget(70 derajat),keadaan alam nothing special(ga ada sungai,atau daerah unik macam lembah mati) ,,silahkan kalo mau coba :)
BalasHapusboleh tuh Fad, tapi 70 derajat itu ga bakal terbayar sama view khas pegunungan dong? paling ada nilai kepuasannya aja yang didapet, mungkin persis Puncak 1 Salak, medan jempolan tapi no view there :) murni menguji adrenalin..
HapusGunung Papandayan memag sangat bagus, aku rasa semua lengkap,dari hutan mati dan ladangedelwis yang lebat banget.. tgl 24 yukkkk
BalasHapus