Preambule
Karena badan masih belum bugar selepas bepergian, saya memutuskan untuk absen dari kondangan dua guru Bahasa Arab saya di Tasikmalaya. Namun paginya selepas Subuh, tiba-tiba saya diajak empat orang teman untuk mendaki Puncak Salak. Saya kaget, tapi langsung mengiyakan untuk berangkat pagi ini. Hitung-hitung pemanasan sebelum pendakian Gunung Gede 27-28 April nanti. Karena menurut praduga saya, gunung ini terkesan lebih easy terlihat dari ketinggian yang hanya 2.210 meter―oh tidak, saya salah dugaan. Cerita berlanjut.
berangkat diiring teman-teman |
Kami baru sampai di basecamp pendakian pukul setengah sembilan malam. Kami langsung melapor pada petugas Taman Nasional Halimun Salak. Peringatan mas-mas cukup membuat muka kami serius. Ia sangat menyarankan untuk tidak langsung menuju puncak pada malam hari. Lebih baik kami mendirikan tenda di hm 24 dan melanjutkan perjalanan esok hari. Oh ya, bagi yang tak paham, hm artinya hectometer(100m). Karena diantara kami belum ada yang berpengalaman mendaki Gunung Salak, mau tak mau kami harus menuruti nasihat mas-mas jagawana. Sekitar pukul 9 malam kami berteriak We are one, for Foranza.We are here, for Foranza. Foranza…Sillnova!.Yak, berangkatlah kami dengan izin-Nya.
Start!
Nol kilometer. Kami langsung disambut trek yang menantang. Lebar jalan yang kami lalui hanya sekitar satu meter yang pada beberapa bagian telah sengaja diberi bebatuan sebesar dua kepalan tangan. Gelap malam memaksa kami berkonsentrasi pada jarak pandang satu meter di depan kami yang masih bisa diterangi lampu senter mungil murahan. Trek pemanasan ini seolah bertanya, “Kalian benar-benar ingin mendaki Puncak Salak?”, dan tekad bulat menjawab tegas:YA, TENTU SAJA.
Kami berjalan cepat sembari menghitung hm demi hm yang tertera pada pal hijau tertancap pada sisi jalan. Dua koma empat kilometer, satu setengah jam perjalanan. Kami sampai di spot BAJURI dan mendirikan tenda kuning. Sebagai seorang yang paling amatiran diantara yang lain, saya diajari cara mendirikan tenda ini. Cukup simpel.
mendirikan tenda di BAJURI |
Anomali (calon) Dokter Hewan :D
Terjadi sebuah kejanggalan ketika seorang calon dokter hewan, teman saya Rowi yang takut dan menjelek-jelekkan salah satu hewan penghisap darah yang menempel di kaki-kaki kami, Pacet. Seharusnya teman saya ini bersahabat baik dengan semua jenis hewan, hahaha. Kami tidak merasakan sakit sedikit pun, tapi tetap saja darah segar kami berkurang tetes demi tetes dihisap binatang kecil hitam ini.
Kami tidur berdempetan dalam tenda mungil berukuran 2x2 meter, beralaskan matras hitam tipis, sambil memasang alarm Paramore-That’s What You Get pukul 3 pagi. Malam tidak terlalu dingin kami rasakan. Karena memang kami belum benar-benar berada di ketinggian.
Meleset, kami semua baru bangun pukul setengah empat pagi. Segera mengambil air wudhu dari sungai yang kebetulan hanya berjarak 25 meter dari lokasi camp. Lalu sembahyang khusyu dengan duduk dalam tenda, memohon kekuatan dan keselamatan pada Yang Maha Menguasai. Matahari terus beranjak, kami masih harus mengecas energi dengan memasak mie, menyeduh kopi dan coklat panas.
Pada sesi awal ini, kami menyadari bahwa persiapan kami kurang. Tidak ada obat merah dan plester luka untuk kaki kami yang terkena Pacet, sehingga darah di kaki teman saya, Ulum, terus keluar meski cengkeraman Pacet telah dilepaskan. Tidak ada sendok dan pisau untuk memasak.
Ini yang Ekstrim
Pukul setengah delapan kami mulai perjalanan inti yang ekstrim. Perhitungan mulai dari hm nol kembali. Pada hm-hm awal, kami menjumpai banyak medan lumpur yang bisa menghisap kaki hingga selutut. Beruntung, kami tidak terjebak lumpur sadis itu kecuali beberapa bagian sepatu saja yang terbenam. Setengah kilometer telah terlewati, kami memutuskan menaruh beban bawaan dengan menyembunyikan carrier dan tenda pada sisi kanan trek menuju puncak. Kami hanya membawa satu daypack berisi makanan, minuman, atribut angkatan, matras, kompor, dan keperluan penting yang diperlukan. Masih 4,4 kilometer. Perjalanan dilanjutkan.
![]() |
jeda sejenak, minum air sungai yang segar tanpa rasa |
lihat kaki si kaos merah.hanya memakai sandal |
Pada hektometer 40-an kami semakin bersemangat jalan cepat. Sempat ragu ketika hm 49 terlewati, kami belum melihat tanda-tanda puncak gunung. Akhirnya sebagai orang yang berada paling depan, ia diperintahkan untuk berlari mengecek apakah kami telah dekat dengan puncak ataukah masih jauh.
We are On the Top!
Teriakan Rowi terdengar, agar kami berjalan lurus dan kami akan mencapai puncak. Kecepatan berjalan semakin tinggi dengan daypack milik Galang tergendong kokoh(saya mendapat giliran terakhir membawa daypack). Dan ternyata puncaknya benar-benar ada. Alhamdulillah, akhirnya kita mencapai Puncak Salak 1.
We are one, for Foranza! |
hormat pada Sang Saka Merah Putih |
i love my earth :) |
makam Embah Gunung Salak, tak ada kesan mistis |
charge the energy |
widih ada bule |
Kami terpisah menjadi dua. Terpaut begitu jauh. Retas dan Galang tersesat, keluar dari jalur dan menuruni tebing. Akhirnya mereka diketemukan Rowi sementara saya dan Ulum melanjutkan perjalanan untuk mengecek carrier dan tenda yang pagi tadi kami sembunyikan. Kami sempat bingung mondar-mandir beratus meter, sebelum akhirnya diketemukan.
Gembira rasanya bertemu kembali dengan BAJURI, pos tempat kami mendirikan tenda. Sebentar saja duduk dan menyantap gula jawa, yang terkenal dengan kudapan yang dengan cepat dapat diubah menjadi energi. Kami telah mencapai kilometer 0 terhitung dari puncak gunung, masih ada 25 hm menuju pintu gerbang. Saat hari masih sore seperti ini, trek dapat ditaklukkan dengan sedikit lebih mudah. Terbukti, kami tidak berhenti minum sama sekali dan hanya berhenti untuk mengambil senter yang berangkali dibutuhkan.
Kesudahan Cerita
Pukul lima lebih empat puluh menit. KAMI MENCAPAI KILOMETER NOL.PINTU GERBANG. Menyudahi lelah kami yang sangat. Puji syukur kami panjatkan. Beberes sebentar di warung yang tak jauh dari pintu gerbang, menyantap nasi goreng dan teh hangat, dan membuat kesepakatan: “ Pengen ke Puncak Salak? Jangan ajak gua!”
kondisi pasca pendakian.alhamdulillah masih utuh |
melepas lelah dan lapar di warung khas pegunungan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar