Empat belas orang pada
pagi benar berangkat menuju pintu gerbang basecamp Mandalawangi, sebuah tempat
di Cibodas, empat jam perjalanan dari Kampus Insan Cendekia.
#1 Briefing
Dalam perjalanan ini
kami bergabung dengan komunitas REPALA, sebuah komunitas pecinta alam yang
telah berumur 41 tahun, yang beranggotakan salah seorang guru kami. Sekitar
pukul 10 pagi kami melakukan pemanasan ringan dan menerima pengarahan umum dari
bapak-bapak senior.
Basecamp Mandalawangi
ini terasa begitu riuh dan bersahabat. Banyak dijumpai warung makan, penjaja
souvenir–gantungan kunci, kaktus, kaos–toilet umum, dan kantor TN Gede
Pangrango. Mobil-mobil terparkir rapi bersebelahan dengan kolam luas yang di
tengahnya terdapat air mancur. Benar-benar terurus. Sekitar pukul 10 lewat 15
menit kami telah siap berjalan menaklukkan 4 pos menuju puncak tertinggi gunung
yang katanya menjanjikan panorama indah ini.
#2 Cibereum
Butuh 50 menit
berjalan dengan kecepatan sedang untuk mencapai pos satu ini. Jalanan selebar 4
kali lebar orang dewasa dipenuhi bebatuan ukuran sedang. Cukup ramah untuk
pendaki amatiran. Ketika sampai, banyak pendaki sedang beristirahat untuk
sekadar meneguk air. Sampai di sini medan masih terhitung ringan.
#3 Cipanas
Menuju pos dua, jalan
masih didominasi bebatuan yang tersusun rapi namun sedikit ada bebatuan
runcing. Setelah berjalan tiga jam, akhirnya kami mendapati tanah yang tak
terlalu lapang bertuliskan air panas. Terdengar dari areal ini suara air terjun
yang ketika kami cek, berjarak sekitar 15 meter dari pos pemberhentian ini. Di
sini kami mengisi ulang energi yang mulai berkurang signifikan karena telah
berjalan selama kurang lebih 4 jam. Memakan beberapa snack ringan dan memasak mi
instan menjadi pilihan.
sampai di Cipanas |
#4 Kandang Batu
Tidak seburuk yang
dibayangkan, belum genap 15 menit pun kami telah mencapai pos Kandang Batu. Meski
masih jauh dari puncak, namun telah banyak pendaki yang mendirikan tenda di pos
ini. Di fase kali ini, perjalanan mulai dihambat dengan hujan sehingga kami harus
mengurangi kecepatan berjalan menuju pos berikutnya, Kandang Badak yang menurut
pendaki lain yang kami papasi, lebih ramai dari Kandang Batu ini.
#5 Kandang Badak
Saya pikir ini lebih mirip
perkampungan di tengah hutan. Begitu banyak tenda didirikan, hingga beberapa
harus mencari tempat yang agak jauh dari tanah lapang utama Kandang Badak,
termasuk kami yang berempat belas. Kami terus saja menanjak ke atas hingga
persimpangan menuju Puncak Gede dan Puncak Pangrango. Kami bersembahyang di
sana dan harus bertahan dengan kondisi dingin hingga esok dini hari saat
melanjutkan perjalanan menuju puncak. Di sini kami beristirahat dalam tenda,
menanak nasi dengan peralatan seadanya, menyeduh sereal sebagai penghangat, dan
menyantap perbekalan yang masih tersisa.
#6 Puncak Gede, Sebuah Klimaks
Empat pemberhentian
telah tertaklukkan, kini saatnya mencapai inti dari sebuah pendakian. Di perjalanan
kami terpisah menjadi tiga kelompok, sehingga kami mencapai puncak dengan
tenggat waktu yang berbeda-beda apalagi dengan kondisi gerimis yang membumbui
perjalanan di menit-menit awal. Jalanan? masih saja dipenuhi bebatuan yang bervariasi ukuran dan bentuknya. Memang tak berlebihan bila Gede kami juluki Indonesian Rocky Mountain
sunrise |
Janji Gunung Gede tertepati, bahwa panorama alamnya sungguh mempesonakan. Puncak Gede bukan berbentuk tanah lapang, namun sebuah jalan panjang berpasir beratus meter panjangnya. Di sisi kiri banyak mengepul asap kawah berwarna putih susu, di sisi kanan terhampar padang Edelweiss yang sayang sekali belum kuncup apalagi mekar, arah barat jauh yang terpasak dengan kokoh membundar Puncak Pangrango, harmoni “perkampungan” Suryakencana yang terlihat dari kejauhan dan tentu saja pemandangan emas mentari saat terbit yang memancarkan warna jingga terang.
Puncak Gede yang memanjang |
Kami bercanda sambil
kedinginan. Memakan beberapa bungkus makanan yang tersisa dengan badan
begetaran. Seorang teman yang cukup besar badannya berusaha melepaskan beban usus besarnya di ketinggian–merupakan
sebuah pencapaian prestisius. Terus mencuci mata dengan panorama yang tersaji
meski angin bertiup bersama kabut yang sesekali naik. Menyantap coklat batang
berbutir kacang mede dan dark chocolate dengan aroma kulit jeruk: Monggo
Chocolate asli Yogyakarta. Dan tentu saja agenda wajib, berfoto dengan berbagai
lanskap dan gestur.
sebagai penanda |
#7 Santai turun puncak
Tidak seperti perjalanan
mendaki yang terkesan penuh peluh perjuangan, prosesi menuruni gunung ini kami
lakoni dengan berjalan cepat namun perasaan begitu santai. Rasa lelah
seolah-olah telah menemui penawarnya, yakni panorama yang sesaat memanjakan
kami di puncak tadi. Total perjalanan menuju basecamp sekitar 3,5 jam jika
waktu bersenang-senang tidak diikutsertakan.
air terjun mungil |
air terjun Cibereum |
singgah sejenak di Kandang Badak |
suasana turun |
Sengaja kami melunasi
piutang menyambangi beberapa spot menarik yang kami lewatkan saat perjalanan
mendaki. Ada tiga air terjun dan satu sumber air panas yang kami nikmati pada
perjalanan pulang ini sambil menguras isi carrier dan ransel yang masih berisi
makanan. Sempat pula kami berjumpa dengan environtmentalis (pecinta lingkungan)
di spot Cipanas yang mengajak kami
membersihkan lingkungan hutan dari sampah yang berserakan.
bersama Pak Budi, pendamping dari REPALA |
mengumpulkan sampah, tanda anak gunung sejati |
Dan dengan ini segala
pening dan penat telah secara sempurna terlepasliarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar